Bioindustri Omnipresen

Blog

Penyimpanan dan Pengolahan Kayu yang Tepat untuk Mencegah Kelembapan

Kayu merupakan salah satu material alami yang banyak digunakan dalam industri konstruksi dan pembuatan furnitur. Namun, tantangan utama dalam penggunaan kayu adalah menjaga kualitasnya agar tidak mengalami kelembapan berlebih yang dapat menyebabkan kerusakan seperti pelapukan, pertumbuhan jamur, dan serangan serangga.

Artikel ini akan membahas secara komprehensif mengenai penyebab kayu lembab, lokasi penyimpanan yang ideal, prinsip dasar penyimpanan, alur pengolahan kayu yang baik, serta penggunaan bahan kimia tambahan untuk mencegah kelembapan.

Kayu Lembab dan Risikonya

noda blue stain pada kayu
jamur bluestain pada kayu

Sebagai bahan yang berasal dari organisme hidup, kayu memiliki sifat unik yang memengaruhi kualitas dan daya tahannya, salah satunya adalah kemampuan menyerap dan melepaskan kelembapan dari lingkungan sekitarnya. Sifat higroskopis ini dapat menjadi kekuatan sekaligus kelemahan kayu, terutama jika kelembapan tidak dikelola dengan baik.

Kelembapan pada kayu terjadi ketika kadar air di dalam serat kayu meningkat akibat paparan lingkungan yang lembab, penyerapan air, atau penguapan yang terhambat. Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, baik pada estetika maupun struktur kayu, seperti:

  1. Kerusakan Fisik:
    Kelembapan dapat menyebabkan kayu melengkung, retak, atau bahkan hancur secara perlahan. Hal ini terutama menjadi masalah pada furnitur, pintu, atau lantai kayu yang memerlukan stabilitas dimensi tinggi.
  2. Pertumbuhan Jamur dan Lumut:
    Lingkungan lembab menciptakan kondisi ideal bagi pertumbuhan jamur, lumut, dan mikroorganisme lainnya. Ini tidak hanya merusak tampilan kayu tetapi juga menurunkan kekuatannya. Beberapa jenis jamur, seperti blue stain dan white rot, bahkan mampu menghancurkan struktur kayu dalam waktu singkat.
  3. Serangan Serangga:
    Kayu yang lembab sering menjadi tempat berkembang biak serangga perusak, seperti rayap, kumbang bubuk, dan semut. Kehadiran serangga ini dapat memperparah kerusakan dan menurunkan usia pakai kayu.
  4. Penurunan Kualitas Produk Akhir:
    Untuk industri furnitur dan konstruksi, kayu lembab tidak hanya menurunkan nilai estetika tetapi juga memengaruhi kemampuan kayu untuk menerima finishing seperti cat, pernis, atau pelapis lainnya. Hal ini membuat produk tidak memenuhi standar kualitas yang diharapkan.

Dampak-dampak tersebut menjadikan pengelolaan kelembapan sebagai prioritas utama dalam industri pengolahan dan penyimpanan kayu. Dengan langkah-langkah yang tepat, seperti memilih lokasi penyimpanan yang ideal, menerapkan prinsip penyimpanan yang benar, dan menggunakan bahan pengawet yang efektif, risiko kelembapan berlebih dapat diminimalkan. 

Memilih lokasi penyimpanan kayu

Beberapa faktor yang menyebabkan kayu menjadi lembab mayoritas berkaitan dengan lokasi dan tata ruang penyimpanan. Kelembaban udara yang tinggi, rembesan air atau benda cair lainnya kerap kali dipengaruhi oleh ventilasi yang buruk.

Ruang penyimpanan minim atau tanpa sirkulasi udara yang baik dapat menyebabkan penumpukan uap air, sehingga meningkatkan kelembaban pada kayu mentah. Apalagi jika hal tersebut terjadi di gudang penyimpanan kayu skala besar. Suhu dan kelembapan relatif sangat mempengaruhi stabilitas dimensi kayu. Suhu pengeringan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan retak atau deformasi, sementara kelembapan yang tinggi meningkatkan risiko pertumbuhan jamur.

Oleh karena itu, pemilihan lokasi penyimpanan kayu sangat mempengaruhi kualitasnya. Berikut beberapa opsi dan pertimbangannya: 

1. Penyimpanan Dalam Ruangan (Indoor Storage)

Penyimpanan kayu di Indonesia
Penyimpanan kayu di Indonesia

Keunggulan:

  • Kontrol Lingkungan: Penyimpanan dalam ruangan memungkinkan pengendalian suhu dan kelembapan secara lebih efektif. Menurut Wood Magazine, tingkat kelembapan relatif yang ideal untuk penyimpanan kayu berkisar antara 40 – 60%, dengan suhu sekitar 20°C hingga 25°C.
  • Perlindungan dari Cuaca: Kayu terlindung dari hujan, sinar matahari langsung, dan fluktuasi suhu ekstrem yang dapat mempengaruhi kadar air dalam kayu.
  • Keamanan: Risiko pencurian atau kerusakan akibat faktor eksternal dapat diminimalkan.

Tantangan:

  • Biaya Operasional: Membangun dan memelihara fasilitas penyimpanan dalam ruangan memerlukan investasi yang signifikan, terutama jika dilengkapi dengan sistem kontrol iklim.
  • Keterbatasan Ruang: Kapasitas penyimpanan mungkin terbatas, terutama untuk operasi skala besar.
  • Ventilasi: Meskipun dalam ruangan, sirkulasi udara yang baik tetap diperlukan untuk mencegah penumpukan kelembapan.

2. Penyimpanan di Luar Ruangan (Outdoor Storage)

Keunggulan:

  • Biaya Lebih Rendah: Tidak memerlukan investasi besar untuk bangunan atau sistem kontrol iklim.
  • Kapasitas Lebih Besar: Cocok untuk penyimpanan volume kayu yang besar tanpa keterbatasan ruang fisik.

Tantangan:

  • Paparan Cuaca: Kayu rentan terhadap hujan, sinar matahari, dan fluktuasi suhu yang dapat meningkatkan kadar air dan risiko kerusakan.
  • Kelembapan Tanah: Kontak langsung dengan tanah dapat menyebabkan kayu menyerap kelembapan. Disarankan untuk meninggikan tumpukan kayu setidaknya 30 cm dari permukaan tanah untuk mencegah penyerapan kelembapan.
  • Serangan Hama: Lingkungan terbuka meningkatkan risiko serangan serangga dan jamur.
  • Perlindungan Tambahan: Diperlukan penutup seperti terpal tahan air untuk melindungi kayu, namun harus dipastikan ada sirkulasi udara yang cukup untuk mencegah kondensasi.

Alur Pengolahan Kayu yang Baik untuk Mengurangi Risiko Lembab

Pengolahan kayu yang tepat sejak awal merupakan langkah penting untuk mencegah risiko kelembapan. Setiap tahapan dalam alur pengolahan ini berperan dalam menurunkan kadar air, meningkatkan ketahanan, dan mempersiapkan kayu untuk penggunaan akhir. Anda bisa menambahkan bahan fungisida atau insectisida pada tiap atau salah satu prosesnya. Berikut adalah penjelasan rinci setiap tahap:

1. Pemotongan Kayu di Sawmill

  • Deskripsi:
    Pemotongan batang kayu dilakukan di sawmill untuk mengubah kayu gelondongan menjadi bentuk yang lebih mudah diolah, seperti papan, balok, atau lembaran.
  • Tujuan:
    Meningkatkan luas permukaan kayu agar proses pengeringan lebih efisien.
  • Risiko Kelembapan:
    Kayu segar memiliki kadar air tinggi (hingga 50-80%), sehingga harus segera dikeringkan untuk mencegah serangan jamur dan serangga.
  • Anda bisa mengaplikasikan fungisida permukaan, seperti Biocide Fungicide, untuk mencegah pertumbuhan jamur atau lumut. 

2. Pengeringan Kayu

Pengeringan adalah tahap paling kritis untuk menurunkan kadar air kayu hingga mencapai tingkat yang ideal sesuai penggunaannya. Terdapat dua metode utama:

a. Pengeringan Alami (Air Drying)
  • Proses:
    • Kayu disusun secara horizontal di tempat terbuka yang teduh, berventilasi baik, dan terlindung dari hujan.
    • Gunakan “stickers” (bantalan kayu tipis) untuk memberi jarak antar lapisan kayu.
  • Keunggulan:
    • Biaya rendah dan tidak memerlukan peralatan khusus.
  • Kelemahan:
    • Waktu pengeringan lebih lama (berbulan-bulan hingga bertahun-tahun).
    • Risiko kerusakan akibat cuaca tetap ada.
  • Kadar Air Hasil:
    • Biasanya 18-25%, tergantung kelembapan lingkungan.
b. Pengeringan Kiln (Kiln Drying)
  • Proses:
    • Menggunakan oven khusus untuk mengeringkan kayu secara terkontrol.
    • Suhu dikontrol pada 50-80°C dengan kelembapan relatif rendah.
  • Keunggulan:
    • Proses lebih cepat (1-4 minggu) dan menghasilkan kadar air yang lebih konsisten.
    • Risiko jamur dan serangga diminimalkan.
  • Kadar Air Hasil:
    • 6-12%, tergantung spesifikasi penggunaannya (indoor atau outdoor).

3. Pengawetan Kayu

  • Tujuan:
    Melindungi kayu dari serangan hama, jamur, dan kelembapan berlebih.
  • Proses Pengawetan:
    • Rendaman: Kayu direndam dalam larutan bahan pengawet (boraks, biocide) untuk penetrasi yang mendalam.
    • Penyemprotan: Aplikasi bahan pengawet pada permukaan kayu, cocok untuk pengawetan jangka pendek.
  • Hasil:
    Kayu lebih tahan terhadap kelembapan lingkungan dan faktor perusak lainnya.

4. Penyimpanan

Setelah dikeringkan dan diawetkan, kayu harus disimpan dengan teknik yang tepat untuk menjaga kadar airnya tetap stabil:

  • Susunan Rapi:
    Kayu disusun dengan jarak antar lapisan menggunakan stickers untuk menjaga sirkulasi udara.
  • Lokasi Penyimpanan:
    • Gudang tertutup dengan kelembapan relatif 40-60%.
    • Rak kayu minimal 30 cm dari tanah untuk menghindari kelembapan tanah.
  • Monitoring Rutin:
    Gunakan moisture meter untuk memantau kadar air kayu secara berkala.

5. Pemotongan dan Pembentukan

  • Deskripsi:
    Kayu dipotong dan dibentuk sesuai desain akhir, seperti papan untuk furnitur atau balok untuk konstruksi.
  • Risiko Kelembapan:
    Selama proses ini, pastikan kayu tidak terpapar lingkungan lembap yang dapat meningkatkan kadar airnya.

6. Finishing

Finishing adalah langkah terakhir untuk memberikan perlindungan tambahan pada kayu:

  • Proses:
    • Aplikasi cat, pernis, atau pelapis tahan air seperti sealant.
    • Penggunaan bahan finishing yang mengandung pengawet anti-jamur untuk perlindungan jangka panjang.
  • Keunggulan:
    • Melindungi kayu dari kelembapan lingkungan.
    • Memberikan estetika dan memperpanjang umur kayu.

7. Distribusi

  • Proses:
    • Kayu dilindungi dengan penutup tahan air selama pengangkutan, terutama di musim hujan.
    • Pastikan ventilasi yang cukup untuk mencegah kondensasi.
  • Risiko Kelembapan:
    • Pengangkutan tanpa perlindungan dapat menyebabkan kayu menyerap air dari lingkungan.

8. Penggunaan Akhir

  • Deskripsi:
    Kayu yang telah diproses digunakan untuk pembuatan furnitur, konstruksi, atau produk lainnya.
  • Langkah Pencegahan:
    • Gunakan kayu yang sesuai dengan kadar air ideal (6-12% untuk indoor, 12-18% untuk outdoor).
    • Tambahkan pelindung tambahan jika kayu akan digunakan di lingkungan basah.

4 Cara aplikasi Biocide Insecticide dan Biocide Fungicide pada kayu

Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengaplikasikan bahan kimia pada kayu. Pemilihan metode tergantung pada skala proyek dan jenis bahan kimia yang digunakan:

a. Perendaman (Dipping)
  • Proses:
    Kayu direndam dalam larutan bahan pengawet selama beberapa menit hingga beberapa jam, tergantung pada tingkat penetrasi yang diinginkan.
  • Keunggulan:
    • Penetrasi bahan pengawet lebih merata.
    • Cocok untuk pengawetan massal.
  • Kelemahan:
    • Membutuhkan wadah besar dan volume bahan kimia yang signifikan.
b. Penyemprotan (Spraying)
  • Proses:
    Bahan pengawet disemprotkan ke permukaan kayu menggunakan alat semprot.
  • Keunggulan:
    • Cepat dan hemat bahan pengawet.
    • Ideal untuk aplikasi di lokasi proyek.
  • Kelemahan:
    • Penetrasi kurang mendalam dibandingkan metode lain.
c. Penyuntikan (Injection)
  • Proses:
    Bahan kimia disuntikkan langsung ke dalam kayu melalui lubang kecil.
  • Keunggulan:
    • Efektif untuk menangani infestasi serangga atau jamur yang sudah ada.
  • Kelemahan:
    • Memerlukan alat khusus dan waktu lebih lama.
d. Vakum-Tekan (Vacuum-Pressure)
  • Proses:
    Kayu dimasukkan ke dalam tabung khusus yang menciptakan tekanan tinggi untuk memaksa bahan pengawet masuk ke serat kayu.
  • Keunggulan:
    • Penetrasi mendalam dan tahan lama.
    • Cocok untuk kayu yang akan digunakan di area outdoor atau lingkungan ekstrem.
  • Kelemahan:
    • Membutuhkan peralatan mahal dan fasilitas khusus.

Kesimpulan

Pemberian bahan kimia tambahan adalah langkah penting untuk melindungi kayu dari kelembapan dan faktor perusak lainnya. Pemilihan bahan kimia yang tepat, metode aplikasi yang sesuai, serta praktik terbaik dapat memastikan bahwa kayu tetap awet dan berkualitas. Dengan mengikuti standar keamanan dan menggunakan bahan yang ramah lingkungan, pengolahan kayu dapat dilakukan secara berkelanjutan tanpa merusak ekosistem.

Antijamur dan Antiserangga Biocide yang ampuh membasmi hama

 

tanya cs bio
Tanya Bio!