Karakter wilayah hutan hujan tropis ditunjukkan dengan dekomposisi yang cepat. Karena itulah cara mengawetkan kayu yang dilakukan harus benar
Terletak di wilayah tropis, membuat aplikasi cara mengawetkan kayu di Indonesia harus dilakukan dengan benar.
Ini dikarenakan kondisi di wilayah tropis yang sangat tidak bersahabat bagi industri pengolahan kayu dibanding wilayah lainnya di bumi ini.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis ekuator membelah wilayah utara dan selatannya. Sebagaimana daerah lain yang terletak di sekitar garis ekuator, Indonesia memiliki iklim tropis, tepatnya hutan hujan tropis.
Salah satu karakteristik wilayah hutan hujan tropis adalah kecepatan dekomposisi material organik yang sangat cepat. Hal ini setidaknya dikarenakan 2 hal. Yang pertama terkait dengan faktor abiotik. Sedangkan yang kedua terkait dengan faktor biotik.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelembaban Kayu
Dua aspek faktor abiotik yang mempengaruhi kecepatan dekomposisi material organik adalah suhu dan kelembaban. Peningkatan suhu dan kelembaban hingga rentang tertentu memang menyebabkan peningkatan metabolisme dan proses biokimia lainnya seperti dekomposisi.
Sedangkan faktor abiotik yang berada di balik fenomena tersebut antara lain adalah variasi organisme dekomposer yang besar. Misalnya jamur, rayap, dan berbagai jenis serangga hama kayu yang lain.
Ini membuat industri dengan komoditas material organik seperti kayu sangat rentan mengalami kerugian. Baik perusahaan penyedia kayu hingga pengolahan kayu, harus hati-hati dengan kondisi Indonesia yang beresiko tersebut.
Apalagi, selain kedua faktor di atas, ancaman kerusakan kayu juga bisa disebabkan faktor lainnya. Salah satunya adalah jarak antara hutan dan pabrik pengolahan kayu yang jauh. Kondisi ini jelas memperbesar resiko kayu rusak selama di perjalanan.
Sayangnya, berbagai resiko di atas tidak diantisipasi dengan baik oleh para pendahulu kita. Penelitian FAO pada tahun 60-an menunjukkan bahwa negara-negara berkembang seperti Indonesia dan Thailand memiliki kesadaran yang rendah akan pentingnya proses pengawetan kayu.
Proses pengawetan kayu sendiri adalah proses yang ditujukan agar kayu tidak rusak karena paparan lingkungan abiotik maupun biotik. Untuk saat ini, kesadaran akan pentingnya pengawetan kayu di antara para pengusaha Indonesia memang sudah meningkat.
Pentingnya Treatment Kayu Dilakukan
Namun tetap masih kalah dengan kesadaran yang dimilki para pengusaha di negara maju. Padahal, tidak seperti anggapan kebanyakan orang, pemberian treatment kayu justru dapat mendatangkan profit besar.
Penelitian di India menunjukkan adanya lonjakan harga jual sebesar 20% pada kayu-kayu yang sudah ditreatment dibanding yang belum ditreatment. Kayu-kayu yang diawetkan tersebut digunakan untuk tiang listrik dan bantalan rel kereta api. Ternyata kayu yang sudah diawetkan bisa bertahan 4 hingga 8 kali lebih lama dibanding kayu yang belum diawetkan.
Penelitian yang dilakukan FAO juga menemukan bahwa produk bambu yang tidak diawetkan hanya mampu bertahan 3 hingga 5 tahun. Padahal dengan proses pengawetan, bambu bisa bertahan hingga 15 tahun.
Aplikasi pengawetan kayu juga secara tidak langsung akan memberikan nilai tambah pada produk yang dijual.
Sebab, saat ini banyak negara maju yang menerapkan aturan bahwa kayu yang masuk ke negaranya harus sudah diawetkan. Contohnya adalah Sertifikasi Phytosanitary yang diterbitkan oleh Uni-Eropa.
Meskipun proses pengawetan kayu akan memberikan hasil yang baik, namun cara mengawetkan kayu yang dilakukan juga harus benar. Cara mengawetkan kayu yang salah justru akan berujung pada kesia-siaan karena dana dan tenaga yang dikucurkan tidak akan memberikan hasil yang semestinya.
Oleh karena itulah dalam proses ini, aplikasi cara mengawetkan kayu harus didukung dengan bahan serta teknik yang tepat. Menggunakan bahan pengawet kayu seperti BioCide Wood Fungicide dan BioCide Insecticide bisa menjadi alternatif pilihan.